kembali

29 desember 2021
Tahun Depan, Kencana Energi Lestari (KEEN) Alokasikan Capex Mencapai US$ 30 Juta

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN) menyatakan, tengah melakukan uji tuntas (due dilligence) dengan beberapa calon investor strategis untuk mendukung rencana ekspansi proyek pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) pada tahun 2022. Perseroan juga dalam proses menyelesaikan akuisisi proyek baru yakni pembangkit listrik mini hidro (mini hydroelectric power plant) berkapasitas 10 Megawatt (MW), biomassa berkapasitas 5 MW, dan konstruksi pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 1,3 MW. Karel Sampe Pajung, Direktur Operasional KEEN, mengatakan saat ini perseroan didukung tiga pembangkit listrik hidro (di atas 10 MW) yang masuk dalam portofolio yakni PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Pakkat berkapasitas 18 MW di Sumatra Utara (Sumut), PLTA Air Putih 21 MW di Bengkulu dan PLTM Madong 10 MW di Sulawesi Selatan (Sulsel), sehingga total kapasitas mencapai 49 MW. "Kami optimistis EBT masih sangat menjanjikan dan memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia guna menggantikan posisi energi fosil yang masih sangat diandalkan hingga kini, tetapi persediaannya semakin menipis dari hari ke hari," kata Karel dalam paparan publik, di Jakarta, Kamis (28/12). Sepanjang tahun lalu, perseroan berhasil mencatatkan peningkatan pendapatan usaha sebesar 7,22% menjadi US$ 25,39 juta atau setara dengan Rp 363 miliar (kurs Rp 14.230/US$) dibandingkan realisasi pendapatan pada 2019 sebesar US$ 23,68 juta. Pertumbuhan pendapatan tersebut menopang laba tahun berjalan yang melesat sebesar 136,9% menjadi US$ 8,6 juta atau setara Rp 123 miliar dari realisasi laba pada 2019 sebesar US$ 3,6 juta. Tahun lalu, laba komprehensif juga melejit 151,48% menjadi US$ 8,82 juta dari tahun sebelumnya US$ 3,51 juta. Margin laba bersih atau net profit margin (NPM) juga meroket 121% menjadi 34% dari 15,4%, tingkat pengembalian aset atau return on asset (ROA) naik 114% menjadi 3% dari sebelumnya 1,4% dan tingkat pengembalian ekuitas atau return on equity (ROE) juga pun naik 129% menjadi 5,5% dari sebelumnya 2,4%. “Kinerja keuangan tahun lalu mencerminkan bahwa pandemi Covid-19 memang berdampak buruk bagi perekonomian nasional, tetapi masih dapat dihadapi perseroan dengan kinerja yang cukup positif di sepanjang 2020," ujar Giat Widjaja Direktur Keuangan Perseroan. Menurut Giat Widjaja, salah satu faktor pertumbuhan kinerja tahun lalu dikontribusikan oleh peningkatan produksi listrik sebesar 105,6% menjadi 213,6 GWh (Gigatwatt Hours) dari tahun 2019 sebesar 103,9 GWh. "Hal ini dikarenakan telah beroperasinya PLTA Air Putih di awal tahun 2020 serta pendapatan proyek PLTM Madong yang meningkat 50,6 persen," jelasnya. Sementara itu, Wilson Maknawi, Wakil Direktur Utama Perseroan mengatakan, dengan melihat kebutuhan energi nasional saat ini, serta situasi ekonomi Indonesia yang diperkirakan mulai bergerak positif, perseroan optimistis mencacatkan kinerja positif di tahun ini. Sejalan dengan itu, perseroan memproyeksikan pendapatan mencapai US$ 47,4 juta atau setara Rp 678 miliar di akhir tahun ini, dan laba tahun berjalan US$ 11,8 Juta atau sekitar Rp 169 miliar. Per kuartal II-2021 atau per Juni lalu, pendapatan melesat 129% menjadi US$ 18,21 juta atau sekitar Rp 260 miliar dari periode yang sama tahun 2020 US$ 7,95 juta. Pendapatan ini diperoleh dari proyek konsesi US$ 8,95 juta, naik dari US$ 1,74 juta, pendapatan bunga konsesi US$ 6,13 juta dari US$ 5,64 juta, dan penjualan listrik US$ 3,12 juta dari sebelumnya US$ 576.380. Adapun laba bersih komprehensif sebesar US$ 5,13 juta atau sekitar Rp 73 miliar, naik 5,8% dari Juni 2020 sebesar US$ 4,81 juta. Saat ini, perusahaan memproduksi EBT melalui dua anak usaha yaitu PT Bangun Tirta Lestari (PT BTL) dan PT Energy Sakti Sentosa (PT ESS). EBT yang diproduksi lalu dipasok untuk memenuhi kebutuhan industri dan rumah tangga. Perseroan melalui PT Nagata Dinamika Hidro Madong kini sedang membangun PLTM. Perseroan juga bekerjasama dengan PT PLN (Persero) dengan menandatangani Kesepakatan Pembelian Listrik (Power Purchase Agreement/ PPA). Kesepakatan itu juga menjadi sumber pendapatan tetap yang akan membentuk profil keuangan yang kuat guna mendukung kegiatan usaha di masa depan. Wilson menilai prospek EBT akan ditopang oleh sejumlah katalis positif di antaranya roadmap 2021-2025 dengan target peningkatan bauran EBT sebesar 23% pada 2025,rasio elektrifikasi 100%, dan penyelesaian program 35 GW. Indonesia juga menargetkan penurunan gas rumah kaca sebesar 34,8% pada tahun 2025 dan 58,3% pada tahun 2050. Prospek ini dinilai terbuka lebar mengingat saat ini konsumsi EBR di Indonesia masih rendah. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat konsumsi EBT Indonesia baru 151 kWh atau nomor 7 di Asia Tenggara pada 2017, setelah Malaysia 689 kWH, Vietnam 673 kWH, Thailand 364 kWH, Filipina 213 kWH, Myanmar 178 kWH, dan Kamboja 168 kWH. Ia menambahkan, tahun 2022 akan mengalokasikan dana capex sebesar US$20 juta sampai US$30 juta yang digunakan untuk akuisis dan pengembangan bisnis lainnya. Tak hanya itu, alokasi ini juga digunakan untuk pengadaan proyek yang sedang berlangsung. "Sumber dananya seperti biasa didapat dari internal cash dan skema bank," tutup Giat.

kembali