JAKARTA, investor.id – PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN) menargetkan pendapatan sebesar US$ 21,5 juta dan laba US$ 8 juta pada 2022. Untuk mencapai target tersebut, perseroan siap ekspansi dengan menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) hingga US$ 30 juta. Wakil Direktur Utama Kencana Energi Lestari Wilson Maknawi menjelaskan, target yang dipasang tersebut masih konservatif. Sebab perseroan belum memasukkan potensi pendapatan dan profit dari beberapa proyek pembangkit listrik yang sudah masuk dalam pipeline. Secara rinci, pada tahun depan, Kencana Energi menargetkan pertumbuhan kapasitas pembangkit listrik 500 megawatt (MW) . “Jumlah itu bertumbuh 10 kali lipat dari kapasitas pembangkti listrik yang dimiliki perseroan saat ini, yakni dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pakkat dengan kapasitas 18 MW, PTLA Air Putih 21 MW, dan pembangkit listrik berjenis minihidro, yakni PTLM Madong dengan kapasitas 10 MW,” jelas Wilson dalam paparan publik virtual, Selasa (28/12). Agar rencana tersebut berjalan dengan lancar, KEEN akan menggunakan capex untuk membiayai pengembangan proyek baru, akuisisi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBM), biogas (PLTBG), biomassa (PTLBM), angin (PLTB), solar PV (PLTS), dan PLTA. Dari segi komposisi, sebanyak 30% capex akan berasal dari kas internal dan sisanya 70% akan berasal dari pinjaman bank. Wilson melanjutkan, langkah akuisisi dilakukan agar dapat menyingkat waktu ketimbang melakukan ekspansi dari awal yang membutuhkan waktu yang panjang. Dengan akuisisi, perseroan dapat langsung memiliki proyek yang sudah melewati tahap studi, konstruksi, atau bahkan sudah mulai beroperasi sehingga dapat berkontribusi pada pendapatan. “Kendala pada strategi organic growth adalah jangka waktu yang cukup panjang. Namun, dengan akuisisi akan lebih singkat,” ujarnya. Untuk diketahui, sejauh ini perseroan tengah melakukan uji tuntas (due diligence) dengan beberapa calon investor strategis untuk mendukung rencana ekspansi proyek pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) pada tahun 2022. Soal tantangan, Direktur Kencana Energi Lestari Karel Sampe Pajung memaparkan, cuaca ekstrem menjadi hal yang paling diperhatikan pada tahun depan oleh perseroan. Pasalnya, Kencana Energi sering kali mengalami kesulitan dalam penyaluran suplai kepada salah satu pelanggan seperti PT PLN akibat bencana tanah longsor. Adapun dari segi kesiapan pembangkit, semuanya beroperasi secara normal. “Ke depan, perseroan akan berusaha lebih keras dalam mengikuti proses pengadaan pembangkit EBT, seperti kelengkapan studi, data-data finansial, dan lainnya,” tuturnya. Hingga akhir 2021, Kencana Energi optimistis akan membukukan peningkatan kinerja, menimbang kebutuhan energi nasional serta situasi ekonomi Indonesia yang mulai bergerak positif. Sejalan dengan itu, perseroan memproyeksikan pendapatan mencapai US$ 47,4 juta atau setara Rp 678 miliar pada akhir tahun ini dan laba tahun berjalan US$ 11,8 Juta atau sekitar Rp 169 miliar. Pendapatan tersebut diperoleh dari proyek konsesi US$ 8,95 juta atau naik dari US$ 1,74 juta, pendapatan bunga konsesi US$ 6,13 juta dari US$ 5,64 juta, dan penjualan listrik US$ 3,12 juta dari US$ 576.380. Adapun laba bersih komprehensif KEEN sebesar US$ 5,13 juta atau sekitar Rp 73 miliar. Wilson Maknawi menambahkan, prospek EBT akan ditopang oleh sejumlah katalis positif di antaranya roadmap 2021-2025 dengan target peningkatan bauran EBT sebesar 23% pada 2025, rasio elektrifikasi 100%, dan penyelesaian program 35 GW. Indonesia juga menargetkan penurunan gas rumah kaca sebesar 34,8% pada tahun 2025 dan 58,3% pada 2050. Prospek itu dinilai terbuka lebar, mengingat saat ini konsumsi EBT di Indonesia masih rendah. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat konsumsi EBT Indonesia baru 151 kWh atau nomor 7 di Asia Tenggara pada 2017, setelah Malaysia 689 kWH, Vietnam 673 kWH, Thailand 364 kWH, Filipina 213 kWH, Myanmar 178 kWH, dan Kamboja 168 kWH. Editor : Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)